Polemik Tunjangan Kinerja Guru PNS Non Sertifikasi - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

Polemik Tunjangan Kinerja Guru PNS Non Sertifikasi


Keluarnya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2016 tentang Pemberian, Penambahan, dan pengurangan Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kementerian Agama memberikan angin segar bagi guru-guru PNS di Lingkungan Kemenag yang belum tersertifikasi. Betapa tidak, peraturan tentang pemanggilan peserta Sertifikasi yang belum berubah (TMT tahun 2005) sangat menyulitkan kalau boleh dikatakan musrahil bagi guru madrasah yang TMTnya diatas 2005 untuk mengikuti program sertifikasi.
Kendala ini yang kemudian menimbulkan kesenjangan penghasilan antara guru PNS yang sudah sertifikasi dengan guru PNS yang belum sertifikasi padahal secara beban kerja tidak ada perbedaan. Keluarnya PMA ini menjawab permasalahan kesenjangan penghasilan tersebut. Dalam PMA no 29 tahun 2016 ini tertuang klausul bahwa seluruh Pegawai Kementerian Agama yang sudah PNS mendapatkan hak yang sama yaitu mendapatkan Tunjangan Kinerja berdasarkan Gradenya masing-masing dilihat dari Pangkat dan Jabatannya.
Keluarnya PMA ini tentu mengundang pro dan kontra dikalangan Kementerian Agama. Bagi guru yang belum sertifikasi, PMA adalah bagai oase di gurun pasir. Tapi bagi pihak yang lain, PMA ini menimbulkan kekhawatiran jika diterapkan guru-guru tidak akan tertarik untuk mengikuti program sertifikasi.
Kekhawatiran ini kemudian melahirkan kebijakan dengan diturunkannya grade guru non sertifikasi. Dalam Juknis Pembayaran Tunjangan Kinerja PNS Guru Madrasah yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Islam nomor 6243 tahun 2018, Kelas jabatan Guru PNS Madrasah yang belum tersertifkasi ditetapkan di kelas jabatan 5. 
Penetapan kelas jabatan 5 untuk guru PNS Madrasah yang belum tersertifikasi tentu menimbulkan polemik dan pertanyaan besar dari guru-guru. Mengingat di PMA nomor 29 tahun 2016 dan Perpres nomor 154 tahun 2015 penetapan grade 5 tidak pernah muncul. Justru yang ada penentuan grade atau kelas jabatan didasarkan pada golongan dan jabatan guru. 
Apakah kebijakan ini semata untuk menyelamatkan program sertifikasi yang disinyalir dan diprediksi akan ditinggalkan dan sepi peminat jika berlaku Tunjangan Kinerja? Apakah penetapan ini tidak menyalahi peraturan diatasnya? Entahlah, yang jelas kebijakan ini bisa diperdebatkan bahkan mungkin bisa ditinjau ulang.
Terlepas dari polemik diatas tentu kebijakan apapun harus berdasarkan peraturan yang berlaku dan tidak mengorbankan hak guru yang sudah begitu lama menunggu realisasi pembayaran Tukin yang sampai tulisan ini dibuat belum juga terealisasi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Polemik Tunjangan Kinerja Guru PNS Non Sertifikasi"

Posting Komentar