GURU YANG DIRINDUKAN - Berbagi Ilmu

Berbagi Ilmu

GURU YANG DIRINDUKAN

Hari sabtu adalah hari yang ditunggu oleh kami para guru yang terkena kewajiban 37,5 jam kehadiran. Betapa tidak, hari sabtu hari terakhir kami bergulat dengan kewajiban pokok kami mencerdaskan anak bangsa. Praktis dalam sepekan kami hanya punya waktu sehari penuh untuk berkumpul dengan keluarga, mengajak main anak, bercengkrama, dan memanjakan suami atau isteri. 

Tak ayal tenaga dan semangat pun adalah sisa-sisa yang kami punya. Wajar jika penyakit malas menggerogoti tekad awal kami mencerdaskan anak bangsa.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, aku langkahkan kaki menuju kelas VIIIA. Buku IPA dan Absensi siswa yang merupakan senjata kami setiap masuk kelas tak lupa ku bawa serta. Kelas VIIIA terletak di ujung timur sekolah kami. Tidak butuh waktu lama untuk sampai kesana. Tapi hari itu, langkahku terasa berat solah-olah tertambat di kakiku beban ratusan kilogram.

Aku susuri pekarangan sekolah dan aku lewati beberapa kelas dengan langkah gontai. Setan-setan terus membisikan racun-racunnya. “sudahlah, jangan sok rajin lah” jurus pertamanya mulai meluncur. Kata-kata sok rajin biasanya sangat ampuh menyurutkan langkah seorang guru. Lihat saja tak jarang saya mengurungkan niat untuk masuk tepat waktu gara-gara takut disebut sok rajin.

“Lihat guru yang lain juga masih di kantor belum ada yang masuk, mendingan kamu nyimpang dulu di warung, kamu belum sarapan kan?” setan pun terus melancarkan jurus keduanya. Biasanya kedua jurus ampuh ini mampu membuat KO guru. Tapi kali ini aku berhasil mengalahkan setan. Bukan karena niatku yang kuat tapi lantaran strategi setan yang salah. Menggodaku yang sudah sarapan buatan istriku yang enaknya bikin ketagihan dengan makanan di warung sekolah adalah sebuah kebodohan besar. Sepertinya memang setan harus sekolah. Dia lupa dengan sekolah orang bisa pintar. Termasuk pintar bohong, pintar nipu, bahkan pintar korupsi. Aku tendang setan dengan jurus pencak silatku. Aku banting dan ku lemparkan ke pojok sekolah. Setan pun tak berkutik, aku tersenyum lebar lalu berteriak menyuarakan kemenangan.

Tepat di dekat tangga sebelah timur yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas, langkahku tertahan. Dari kejuhan ku dengar seorang anak perempuan menyapa ku. “Assalamualaikum pak?” “wa’alaikumussalam wr wb.”  Jawabku dengan agak keras. Bapak! Kangen ih diajar ku bapak” teriaknya lagi.

Awalnya aku tidak terlalu peduli dengan teriakan anak perempun tadi. Adalah wajar anak didik kami berkata seperti itu. Tidak hanya kepadaku, kepada guru yang lain pun mereka sering melakukannya. Tapi tidak dengan hari ini. teriakan tadi terus mengiang-ngiang di telingaku. Lama kelamaan mulai mengusik perasaanku. Ada yang aneh dengan kalimat tadi.

Aku pun mulai mengingat perkataan temanku tempo dulu. “jangan dulu merasa bangga jika ada anak didik yang merindukan kita.” Dia mengingatkanku. “ada dua kemungkinan mengapa kita dirindukan oleh anak didik kita” tambahnya lagi.

Kemungkinan pertama kita menjadi sosok yang dirindukan oleh anak didik kita karena kepribadian kita yang baik dan menyenangkan, proses pembelajaran yang kita  terapkan asik dan menarik sehingga kita menjadi sosok yang sangat dinantikan oleh anak didik kita.

Berbahagialah guru yang kehadirannya sangat dinantikan oleh anak didiknya di kelas. Kita tidak hanya menjadi fasilitator yang baik di kelas tapi juga menjadi teman, orang tua kedua dan panutan serta teladan yang baik bagi anak didik kita kelak.

Kemungkinan kedua kita menjadi sosok yang dirindukan oleh anak didik kita karena kita jarang hadir di kelas. Hanya tugas dan LKS yang lebih sering menemani mereka di kelas. Sehingga anak rindu dengan kehadiran kita. Berbagai alasan kita sodorkan untuk pembenaran. Dari mulai sibuk membuat administrasi, pendataan, pemberkasan sertifikasi, belum sarapan, ada tamu penting, asik ngobrol, persiapan UAMBN/UM, kagok, dan alasan lain yang tentu sangat kreatif.

Kita lupa bahwa tugas pokok kita adalah mendidik anak. Bukan sekedar hadir memenuhi kewajiban 37,5 jam, sementara anak ditinggalkan. Terkadang pemikiran kita pragmatis materialistik. Saat ada kebijakan yang berkenaan dengan urusan hak/tunjangan maka kita berada di garda paling depan. Tapi pemenuhan kewajiban yang merupakan syarat mendapatkan tunjangan harus dilakukan kita rupanya sering lupa. Profesi mulia sebagai seorang guru haruslah dimaknai lebih dari sekedar pekerjaan melainkan harus dimaknai pula sebagai sebuah pengabdian. Penghasilan yang diperoleh sebagai seorang guru mutlak dibutuhkan untuk penghidupan dan peningkatan kualitas-kuantitas kerja profesional, namun bukanlah hal yang utama yang sepantasnya kita jadikan orientasi, mendidik anak-anak bangsa menjadi lebih baik adalah tugas mulia dan amal jariyah yang kelak akan memberikan kebermanfaatan di masa yang akan datang.

Jika posisi kita berada pada kemungkinan yang kedua maka mulailah berpikir untuk berubah. Selain karena memang tugas pokok kita sebagai guru adalah mendidik anak dengan hadir saat pembelajaran yang tentunya akan diminta pertanggungjawabannya dihadapan peserta didik, orang tua, negara bahkan dihadapan Allah SWT kahadiran guru juga menjadi tolok ukur kewibawaan kita di hadapan peserta didik.

Umumnya siswa memang senang jika guru tidak bisa hadir. Tapi jika kejadian ini terus berulang maka kewibawaan guru di mata anak didiknya akan jatuh. Tak jarang guru menjadi olok-olok siswanya saat  istirahat, saat perjalanan pulang bahkan saat ngobrol dengan guru yang lain.


Semoga kita semua menjadi guru yang dirindukan karena sikap kita yang baik dan menyenangkan. Menjadi inspirasi sekaligus motivasi siswa kelak di masa yang akan datang.

Silakan Baca Juga artikel lain!

Mengantri menunjukkan keshalehan seseorang?
Orang baik jangan bilang anjing

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "GURU YANG DIRINDUKAN"

Posting Komentar