Uwais Asing di Dunia Masyhur di Langit
Saudaraku, jika semua pekerjaan kita kerjakan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, maka kita akan mendapatkan pengakuan itu. Jika semua amal kita lakukan untuk mendapatkan sanjungan, maka kita akan mendapatkan sanjungan itu. Jika pikiran, jerih payah, dan cucuran keringat kita korbankan untuk sebuah penghargaan, maka kita akan mendapatkan harga diri kita. Tapi bernilaikah semua itu di hadapan pemiliknya?
Anda tentu kenal Iko Uwais,
bukan? Untuk nama yang satu ini Anda tentu telah menyimpannya dalam Long
Term Memory Anda. Tak perlu lama berpikir Anda akan langsung mengenal
namanya sebagai salah satu aktor laga terbaik yang dimiliki bangsa ini.
Perannya di berbagai film laga Indonesia yang kemudian dirilis secara
internasional di berbagai negara di belahan dunia, ditambah perannya di Film Star Trek telah
melambungkan namanya sebagai aktor terkenal tidak hanya di Indonesia tapi juga
di mancanegara. Iko Uwais yang nama aslinya adalah Uwais Qorny memang terkenal
di dunia belakangan ini.
Lain cerita dengan Uwais Al-Qorni
yang satu ini dia tidak dikenal di dunia tapi namanya harum di seantero
penghuni langit. Jika kebanyakan orang menginginkan namanya dikenal khalayak
ramai, dikenang sebagai pahlawan, disanjung sebagai pribadi mulia, berwibawa
dan berkharisma tidak demikian dengan Uwais Al-Qorni. Ia memilih meninggalkan
itu semua. Ia lebih memilih menutupi kemuliaan akhlaknya, kedermawanannya,
baktinya, dan keutamaannya dari pandangan dan penilaian manusia yang hina. Tapi
walaupun jarang orang yang mengenalnya di dunia, namanya dikenal dikalangan
para malaikat. Bahkan Rasulullah SAW menyanjung dirinya sebagai orang yang
memiliki keutamaan iman dan hikmah. Tidak hanya itu, tak segan Rasulullah SAW
meminta para sahabat termasuk Umar Bin Khattab untuk meminta doa darinya.
Sosok Uwais al-Qorni
Lalu siapakah Uwais Al-qorni ini?
Mengapa ia sangat terkenal di langit? Lalu apa keistimewaannya sehingga
Rasulullah memberikan penghormatan khusus kepadanya?
Uwais Al-Qarni adalah seorang
pemuda dari golongan tabi’in yang hidup pada zaman Nabi Muhammad ﷺ,
matanya biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya
dua helai kain yang sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya
digunakan sebagai selendang, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh
penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama
menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua
renta, lumpuh serta penglihatannya kabur. Untuk mencukupi kehidupan mereka
berdua sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekadar menopang kesehariannya bersama Sang ibu,
bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti keadaannya. Tapi kesibukannya dalam meggembala
domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya,
ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Baktinya pada Ibunya
Uwais seorang anak yang sangat
berbakti kepada ibunya. Ia senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan
ibunya. Apapun yang ibunya inginkan pasti ia akan berusaha memenuhinya. Tapi
ada satu permintaan yang sulit ia kabulkan.
“Anakku, mungkin Ibu tak lama
lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang
ibu.
Mendengar ucapan sang ibu, Uwais
termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, kira-kira 600 km jaraknya,
melewati padang tandus yang panas pula. Orang-orang biasanya pergi ke Mekkah menggunakan
unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais
yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?
Tapi bukanlah Uwais kalau dia menyerah dengan keadaan. Tekadnya yang kuat untuk berbakti pada ibunya
telah mendidiknya menjadi anak yang kuat, gigih dan pantang menyerah. Setelah
lama berpikir, Uwais akhirnya mendapatkan jalan keluarnya. Dibelilah seekor
anak lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik
lembu. Lalu Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia
bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais
gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang
menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut. Bahkan tetangganya menganggap
Uwais telah menjadi gila akibat memikirkan keinginan ibunya melaksanakan ibadah
haji.
Tak pernah ada hari yang
terlewatkan. Ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu
makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena
latihan tiap hari, beban anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu,
sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga
otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang.
Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari?
Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya. Subhanallah!
Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Bayangkan perjalanan sejauh 1200 km pulang pergi melewati padang pasir tandus dengan suhu udara yang sangat panas ditempuh dengan berjalan kaki. Hebatnya lagi ia berjalan dengan beban di punggungnya karena harus menggendong ibunya. Bagaimana dengan kita? Hanya untuk menyuapi ibu kita yang sedang sakit saja kita harus berpikir panjang.
Uwais berjalan tegap menggendong
ibunya melaksanakan Thawaf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata.
Keinginannya melaksanakan ibadah haji dan melihat Baitullah kini telah
terlaksana. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.
“Ya Allah, ampuni semua dosa
ibu,” kata Uwais.
“Bagaimana dengan dosamu?” tanya
sang Ibu keheranan.
Uwais menjawab, “Dengan
terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang
akan membawaku ke surga.”
Itulah keinginan Uwais yang tulus
dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya.
Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan
putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya
Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib,
dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais.
Cintanya pada Rasulullah
Uwais al-Qarni telah memeluk
Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad ﷺ. yang telah
mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak
ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan
yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan
Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati
Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah
memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais
setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah
"bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang
ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang
kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal.
Di ceritakan ketika terjadi
Pertempuran Uhud Rasulullah ﷺ mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh
musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul
giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti
kecintaannya kepada dia ﷺ, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim
berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak
dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah
ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah dia dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu
yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada
suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada
ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi ﷺ di Madinah.
Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan
anaknya.
Dia memaklumi perasaan Uwais, dan
berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil
menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih
empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak
peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat
menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda
Nabi ﷺ yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota
Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi ﷺ, diketuknya
pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti
Muhammad ﷺ, sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi
yang ingin dijumpainya. Namun ternyata dia ﷺ tidak berada di
rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari
jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam
hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi ﷺ dari medan
perang.
Tapi, bukankah dia harus lekas pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas
pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya,
pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi ﷺ. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit
kepada Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh untuk segera pulang ke negerinya.
Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi ﷺ dan melangkah
pulang dengan perasaan haru.
Asing di Bumi, Masyhur di
Langit
Sepulangnya dari perang, Nabi ﷺ
langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad ﷺ
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda
Rasulullah ﷺ, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh, memang benar ada yang
mencari Nabi ﷺ dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan
sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah ﷺ bersabda :
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « يَأْتِى عَلَيْكُمْ
أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ
قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ
وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ فَإِنِ
اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ». فَاسْتَغْفِرْ لِى.
فَاسْتَغْفَرَ لَهُ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ الْكُوفَةَ. قَالَ
أَلاَ أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا قَالَ أَكُونُ فِى غَبْرَاءِ النَّاسِ
أَحَبُّ إِلَىَّ
"Akan datang kepada kalian
Uwais, seorang pemuda dari Yaman dari Suku Morad dan Qorni, perhatikanlah, ia
mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya sebesar uang dirham
dia mempunyai seorang ibu yang lumpuh. Jika dia bersumpah atas Nama Allah pasti
akan dikabulkan. Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a
dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak
lama kemudian Nabi ﷺ wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada
Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi
ﷺ.
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengajak Imam Ali untuk
mencarinya bersama-sama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman,
dia berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama
mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada
yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai Uwais dicari
oleh kedua sahabat Nabi ini. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih
berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni
turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan
kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan
itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka
di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, dia berdua bergegas pergi menemui
Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais
berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab
salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih
yang berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi ﷺ.
Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
siapakah nama saudara? "Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua
sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah.
Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama
saya Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka,
diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru
dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar
dan Imam Ali memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata
kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian".
Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk
mohon do'a dan istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini,
Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan
istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak
dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba
diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini
tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais
kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah
bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan
berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu
di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar
dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat
kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu
tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu
kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan
berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat
bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian
pada Allah!" katanya.
"Kami telah
melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal
dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu
persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa
lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut
isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami
,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua
selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
"Tanya kami.
"Uwais al-Qorni".
Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi
kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik
orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan
harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di
Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang
itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais
al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak
satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar
kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan
dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi
hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah
menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari
mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak
terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang
pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika
jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang
yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau
wahai Uwais al-Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir
yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan
unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka
datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat
yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru
saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni"
ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Hikmah yang Bisa Dipetik
Ada beberapa hikmah yang dapat kita jadikan sebagai
pembelajaran bagi kita dari kisah Uwais Al-Qarni.
1.
Jadikan keikhlasan hati
sebagai pedoman dalam beramal. Apa yang kita cari kehormatan, kemuliaan,
sanjungan atau pujian? Jika itu tujuan kita, maka kita akan mendapatkannya.
Tapi adakah nilai amal kita di hadapan Allah SWT? Ketenaran dan popularitas
terkadang bisa menjadi bumerang bagi kita.
Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar :
أَخْفِ حَسَنَتَكَ كَمَا تُخْفِي سَيِّئَتَكَ, وَلاَ تَكُنَنَّ مُعْجَبًا
بِعَمَلِكَ, فَلاَ تَدْرِي أَشَقِيٌّ أَنْتَ أَمْ سَعِيْدٌ
“Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagiamana engkau menyembunyikan
keburukan-keburukanmu, dan janganlah engkau kagum dengan amalan-amalanmu,
sesungguhnya engkau tidak tahu apakah engkau termasuk orang yang celaka (masuk
neraka) atau orang yang bahagia (masuk surga).”
Oleh karena itu banyak para imam salaf yang benci ketenaran. Mereka
senang kalau nama mereka tidak disebut-sebut oleh manusia. Mereka senang kalau
tidak ada yang mengenal mereka. Hal ini demi untuk menjaga keihlasan mereka,
dan karena mereka kawatir hati mereka terfitnah tatkala mendengar pujian
manusia.
2.
Berbaktilah kepada orang
tua sewaktu masih hidup bahkan ketika mereka sudah tiada. Ridho keduanya
menunjukkan Ridho Allah kepada kita.
3.
Mintalah doa kepada
orang-orang saleh bahkan walaupun kedudukannya lebih rendah dari kita.
Sumber:
https://rumaysho.com
https://id.wikipedia.org/wiki/Uwais_al-Qarny
http://www.nu.or.id/post/read/65059/kisah-uwais-al-qarni-pemuda-istimewa-di-mata-rasulullah
kisahislami.com
http://kisahzahra.blogspot.co.id/2013/03/uwais-al-qarni-menggendong-ibunya-naik.html
0 Response to "Uwais Asing di Dunia Masyhur di Langit"
Posting Komentar