Hukum Menjual Makanan di Siang Hari pada Bulan Ramadhan
Belakangan seorang pemilik warteg
mendadak menjadi pembicaraan publik, Saeni demikian nama pemilik warteg
tersebut. Perempuan 58 tahun ini menjadi “korban” razia satpol PP kota serang,
rabu 8 Juni yang lalu. Kejadiannya berawal
saat dirinya baru saja selesai memasak makanan. Saat petugas Satpol PP
tiba-tiba mengambil barang dagangannya untuk disita, dia terkejut. Pasca razia
itu, dia jatuh sakit karena shock dan kaget. Karena razia itu, dia rugi sebesar
Rp 600 ribu.
Foto-fotonya yang beredar di
dunia maya sontak menggugah para netizen untuk membantu nenek “malang” ini.
Kurang dari seminggu uang yang terkumpul mencapai 175 juta rupiah. Tidak hanya
itu, orang nomor satu di negeri kita ini pun tersentuh hatinya untuk membantu
nenek Saeni ini. Uang 10 juta rupiah beliau gelontorkan begitu saja. Rupanya
tindakan kemanusiaan sang pemimpin jadi panutan masyarakat, tak ayal berbagai
kalangan pun dengan suka rela membantu nenek Saeni ini termasuk sang menteri dalam
negeri yang baik hati, surat kabar KOMPAS, dan turis luar negeri seperti
diberitakan tempo.com.
Pro kontra pun terjadi dikalangan
masyarakat menanggapi kejadian ini. Atas nama “toleransi” mereka yang pro
menyuarakan dukungan terhadap ibu Saeni. Sementara yang kontra beranggapan
bahwa toleransi yang diusung adalah toleransi kebablasan. Masa pelanggar aturan
kok dibela. Padahal aturan larangan membuka rumah makan di siang hari pada
bulan ramadhan telah diatur oleh perda setempat.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum
membuka warung makan di siang hari pada bulan Ramadhan menurut Islam?
Berkenaan dengan ini syaikhuna
Syihabu Al-Ramli mengeluarkan fatwa tentang haramnya seorang muslim mukallaf
memberikan makanan/menjual makanan kepada orang kafir (non-muslim-pen) yang
mukallaf, jika ada kemungkinan orang tersebut akan mengonsumsi makanan tersebut
di siang hari (I’anatuthalibin: juz 2, hal 24).
Jika mejual makanan kepada orang
kafir saja hukumnya haram apalagi menjual kepada umat muslim yang tidak
berpuasa tanpa udzur syar’i.
Haramnya memberi/menjual makanan
kepada orang yang tidak berpuasa berdasarkan firman Allah SWT dalam surat al-Ma’idah
ayat 2 yang berbunyi:
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Janganlah
kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” (QS. al-Maidah: 2).
Sekalipun anda tidak melakukan
maksiat, tapi anda tidak boleh membantu orang lain untuk melakukan maksiat.
Maksiat, musuh kita bersama, sehingga harus ditekan, bukan malah dibantu.
Tidak berpuasa di siang hari
ramadhan tanpa udzur, jelas itu perbuatan maksiat. Bahkan dosa besar. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diperlihatkan siksaan untuk orang semacam
ini
“Dia
digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan
darah.” (HR. Ibnu Hibban, 7491; dishahihkan Al-A’dzami)
Lalu mengapa menjual makanan
kepada orang kafir juga diharamkan? Padahala mereka tidak wajib melaksanakan
ibadah puasa?
Al-Ramli memberikan alasan atas
keharaman memberikan makanan/menjualnya kepada orang kafir sekalipun
berdasarkan pendapat yang lebih rajih yaitu sesungguhnya orang-orang kafir
mukallaf itu terbebani kewajiban menjalankan cabang-cabang syariat diantaranya
puasa (walaupun tidak memenuhi syarat wajib berpuasa-pen) (Tuhfatul Muhtaj: Juz
3, hal 317)
An-Nawawi mengatakan,
والمذهب الصحيح الذي عليه المحققون والأكثرون : أن الكفار مخاطبون بفروع
الشرع ، فيحرم عليهم الحرير ، كما يحرم على المسلمين
Pendapat yang benar, yang diikuti
oleh para ulama ahli tahqiq (peneliti) dan mayoritas ulama, bahwa orang kafir
mendapatkan beban dengan syariat-syariat islam. Sehingga mereka juga diharamkan
memakai sutera, sebagaimana itu diharamkan bagi kaum muslimin. (Syarh Shahih
Muslim, 14/39).
Diantara dalil bahwa orang kafir
juga dihukum karena meninggakan syariat-syariat islam, adalah firman Allah
ketika menceritakan dialog penduduk surga dengan penduduk neraka,
إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ . فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ . عَنِ الْمُجْرِمِينَ
. مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ . قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ . وَلَمْ نَكُ
نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ
Kecuali golongan kanan, berada di
dalam syurga, mereka tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang kafir. Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. (QS.
al-Muddatsir: 39 – 44)
Dalam obrolan pada ayat di atas,
Allah menceritakan pertanyaan penduduk surga kepada penduduk neraka, ‘Apa yang
menyebabkan kalian masuk neraka?’
Jawab mereka: “Karena kami tidak
shalat dan tidak berinfak.”
Padahal jika mereka shalat atau
infak, amal mereka tidak diterima.
Inilah yang menjadi landasan
fatwa para ulama yang melarang menjual makanan kepada orang kafir ketika
ramadhan. Karena dengan begitu, berarti kita mendukungnya untuk semakin berbuat
maksiat.
Demikianlah penjelasan tentang
haramnya menjual makanan terutama warung makan di siang hari pada bulan
Ramadhan. Semoga bermanfaat
Wallahu A’lam Bishawwab
Baca Juga Artikel terkait
Bolehkah Pekerja Berat (kuli bangunan dan sejenisnya) Membatalkan Puasa
Baca Juga Artikel terkait
Bolehkah Pekerja Berat (kuli bangunan dan sejenisnya) Membatalkan Puasa
Sumber:
Sayyid al-Bakri. -. I’anatuthalibin. Toha Putera. Semarang
Ahmad bin Muhammad bin Ali bin
Hajar Al-Haitami. 1983. Tuhfatul Fi Syarhil Minhaj. Maktabah At-Tijariyah
al-Kubra: Kairo
Nur Baits, Ami. 2016. Hukum Buka
Warung di Siang Bulan Ramadhan. [On Line]. Tersedia ; https://konsultasisyariah.com/24992-hukum-buka-warung-di-siang-ramadhan.html.
[17 Juni 2016]
0 Response to "Hukum Menjual Makanan di Siang Hari pada Bulan Ramadhan"
Posting Komentar